Hari ini (Senin, 6/5), lumayan pagi saya pergi ke kantor client disekitar Kuningan, sedikit ada yang terasa aneh, client saya kali ini tidak langsung to the point masuk ke inti pekerjaan, namun membahas tentang kejadian yang lumayan menggemparkan dilingkungan besar mereka. Sehari sebelumnya terjadi pembunuhan dari seorang pegawai dari kantor client tersebut oleh suaminya sendiri, tidak hanya membunuh sang istri, namun juga ibu mertua juga ikut meregang nyawa, juga terdapat korban selamat dengan luka-luka serius yaitu sang bapak mertua dan anak kandung pertamanya.

Saya awalnya tidak mengerti, apa iya seorang suami dengan tega berbuat sedemikian? Tapi dari kantor itu pulalah saya mendapat kebenarannya. Saya ditunjukkan sumber informasi valid dari berbagai sumber media online, bahkan ada yang mempunyai foto sadisnya. Saya baru sadar, wohhh iya memang benar, saya tidak sedang mimpi tentang kejadian itu. Dari informasi pegawai kantor setempat sih, pangkal permasalahan karena masalah ekonomi yang berujung pada permohonan cerai dari pihak istri ke suami, entah bagaimana kebenarannya namun agak janggal saja bagi saya, karena kedua-duanya adalah seorang pegawai yang berstatus pegawai di instansi negeri pusat. Kok bisa, masalah ekonomi, bukannya se-kere-kerenya pns pusat nalarnya lebih dari cukuplah untuk memenuhi kehidupan sehari-hari? Itu sih pertanyaan orang polos alias bego dari saya sih….

Tapi meskipun terasa bego itu bertanyaan, namun sebenarnya itu serius masuk dalam kalkulasi saya, dan jawabannya tidak masuk akal jika sampai kekurangan finansial. Bisa jadi masalah finansial dilatarbelakangi hal lain, mungkin….

Yang jelas, seketika itu pula saya langsung ingat dengan satu surat yang kalau ingat itu membuat hati saya bergidik, QS. At Taghabun: 14

Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Bagi saya, ayat ini adalah bukti yang benar-benar lugas bahwasannya Quran adalah kitab yang bukan hasil karangan dari manusia, melainkan sebuah kitab hasil dari sang maha dari segala maha tahu, yaitu Allah, Tuhan alam semesta ini. Kalau hanya karangan manusia, mana mungkin terbersit menulis susunan kalimat sepresisi itu? Karena normalnya, bagi manusia, keluarga, istri, anak-anak adalah orang yang paling dekat dan tidak mungkin akan menjadi musuh bukan? Tapi kenyataannya? Banyak kan suami istri kerjaannya hampir tiap hari berantem, orang tua yang membully anaknya yang mengakibatkan sang anak merasa jengkel dan akhirnya menaruh rasa dendam kepada orang tuanya sendiri, suami menganggap budak istri, istri tidak menghormati suami karena mungkin merasa punya kedudukan lebih, dan seterusnya dan seterusnya…

Sehingga menjadi sangat logis di ayat yang lain yaitu QS. At-Tahrim:6, Allah mengingatkan kepada kita agar senantiasa waspada menjaga manusia-manusia terdekat kita sendiri dari segala bentuk yang mendekatkan diri pada azab api neraka.

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Menjaga diri dan keluarga dari api neraka sebenarnya Allah juga sudah memberi panduan yang sangat terang benderang kepada kita semua yang tersegel dalam Al-Quran, apa itu? Jauhi semua hal yang diharamkan. Ada banyak sih, mungkin saya daftar beberapa dan singkat saja ya pada tulisan kali ini, misalnya:

  • Dilarang membunuh orang tanpa ada alasan secara syariat
  • Dilarang tidak hormat kepada orang tua
  • Dilarang berzina
  • Dilarang bertransaksi/berbisnis dengan riba
  • dan seterusnya….

Khusus yang poin terakhir, masalah riba. Saya menaruh perhatian besar dengan hal ini, saya akhirnya sadar dan menemukan jawaban kenapa Allah benar-benar melarang dengan keras praktik riba. Kalau dari hemat saya, praktik riba benar-benar menjadi hal yang merusak, merusak moral seseorang. Mari coba kita tengok dalam kehidupan sekitar kita akhir-akhir ini. Saat ini rata-rata tidak ada rumah yang jelek, paling tidak sudah mengenal beton/semen, mobil bukan hal istimewa lagi, bahkan gonta-ganti mobil, atau peralatan lainnya, disisi yang lain, adanya fenomena para pelaku usaha yang seakan mereka itu membangun kerajaan bisnis dengan ajaib, dalam waktu singkat bisa mendirikan tempat usaha yang mewah, punya puluhan bahkan ratusan karyawan, dan bahkan bisa juga dalam waktu sekejap berdiri gerai-gerai cabang.

Its normal? For me, thats not normal, thats anomaly, big! Ya saya tidak akan pernah menampik jika itu merupakan hasil dari sebuah kerja keras, tapi bagi saya tetaplah tidak masuk akal saat sesuatu berdiri dengan cepat kilat jika melalui proses yang sangat normal, yang artinya tanpa ada campur tangan sistem kredit. Sistem kredit yang secara kasar bahasanya adalah berhutang dengan perjanjian pertumbuhan bunga sekian persen, dalam jangka panjang akan memiliki efek candu bagi si penghutang. Sebuah candu yang lama-kelamaan membenamkan sifat memudahkan persoalan yang sudah sangat jelas diharamkan dalam Quran, yaitu riba. Efek dari memudahkan itu adalah semakin tingginya angan-angan dan bertambahnya gaya hidup yang sebenarnya bukan menjadi gaya hidupnya. Hal ini akan terus berkembang, gaya hidup semakin tinggi, secara otomatis membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bisa jadi karena kemampuan yang sebenarnya tidak cukup untuk memenuhi tuntutan eskalasi gaya hidup, akhirnya satu-satunya jalan agar tetap eksis adalah kembali jatuh dalam kubangan riba. Riba, riba dan riba.

Jika mayoritas barang yang dimiliki adalah hasil dari riba yang biasanya dibayar secara cicilan per bulannya, akhirnya berdampak pada tingginya beban pengeluaran setiap bulan, sedang penghasilan per bulannya bisa saja mengalami fluktuasi. Kalau sudah begitu apa efek selanjutnya? Sudah menjadi hukum pasti, suasana hati menjadi tidak menentu, pikiran gelap dan kalut, emosi naik. Jika hal itu yang terjadi pasti ada sesuatu yang menjadi korban, dan korban itu biasanya adalah orang-orang terdekat, istri/suami/anak-anak.

Jika saya kaitkan dengan kasus di awal tulisan, bagi saya sih menjadi sangat masuk akal, dan terang benderang. Sebuah keluarga yang cita-cita awalnya adalah membangun suasana yang sakinah mawwadah warahmah berbalik 180 derajat menjadi perang saudara dan neraka, apa sebab? Karena dengan mudahnya melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah, salah satunya adalah RIBA.

Sebagai penutup, lalu bagaimana caranya agar bisa terhindar dari bahaya dan malapetaka? Berilmu. Baca buku, ikut kajian islam, baca Quran dengan benar, jangan taklid, teruslah merasa bodoh dan lapar akan ilmu pengetahuan khususnya tentang ilmu agama, Islam.

Wallahua’lam bis shawaf.