Sebagai manusia kita tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi pada diri kita satu detik kemudian, bisa saja satu detik sebelumnya adalah berisi tentang suka cita dan kebahagiaan, namun siapa yang tahu kalau satu detik kemudian adalah waktu yang berisi tentang sesuatu yang berkebalikan. Karena kita tak pernah tahu apapun tentang masa depan.
Jika kehidupan berakhir pada satu detik kemudian, hal apa yang kita banggakan terhadap semua orang yang kita tinggalkan? Apakah sederet prestasi dalam dunia pekerjaan, atau apakah sederet harta dan materi yang dengannya membuat siapapun yang melihatnya bakalan terpana, atau apakah barisan capaian-capaian kehidupan yang mentereng, atau apakah yang lainnya?
Jika kehidupan berakhir pada satu detik kemudian, hal apa yang teramat ingin kita perbaiki dari sederetan tingkah polah kita dari detik demi detik sebelumnya? Apakah rasa sesal karena kegagalan dalam urusan karir dan sumber rizki? Ataukah rasa sesal karena gagal bersanding dengan seorang yang kita sayangi dan cintai? Atau apakah rasa sesal yang lainnya?
Sebagai manusia biasa, kita tak akan pernah menjadi sempurna, sekeras apapun kita melatih dan mendidik kita untuk mencapai titik kesempurnaan, kita tak akan pernah menggapainya. Niscaya selalu ada lubang cela yang menganga dalam diri kita. Dan sudah sepantasnyalah sebagai manusia semestinya kita tak berusaha untuk menjadi yang sempurna, memperbaiki diri dari kesalahan, kesilapan yang telah lalu adalah keharusan untuk menjadi seorang yang lebih baik, lebih baik, dan lebih baik lagi.
Dan jika kehidupan berakhir pada satu detik kemudian, pastikan diri ini untuk selalu siap melepas semua atribut yang tersemat. Lepas, tanggalkan dan letakkan itu dengan penuh kelembutan dan keikhlasan. Gantikan itu semua dengan atribut baru yang mengharu biru yang tak akan pernah lekang oleh waktu. Atribut yang tak semua orang akan memilikinya, teramat sangat mahal dan priceless. Sebuah akhir kehidupan yang baik. Itulah sebaik-baik atribut.
Dengan sandangan atribut tersebut, kita tak akan pernah lagi mempunyai rasa sesal kegagalan demi kegagalan tentang capaian keduniawian, juga kita tak akan pernah lagi merasakan kelelahan, kekhawatiran dan ketakutan. Yang ada hanyalah kedamaian, keikhlasan, kejujuran, kebahagiaan yang tiada ujung. Tak akan lagi kebimbangan hati dalam pemilihan, dengan atribut itu hati telah dipatri untuk memandang pilihan yang pasti baik, pasti indah, didepan mata kita dengan sangat jelas, sejelas-jelasnya.
Jika kehidupan berakhir pada satu detik kemudian, apakah kita siap menyambut kehidupan tak berujung?