Saya pernah mendengar beberapa pernyataan yang menarik tentang pendidikan:
- Jika ingin merubah nasib suatu generasi ubahlah dengan Pendidikan
- Bangsa yang besar adalah bangsa yang concern terhadap pendidikan
Pernyataan-pernyataan di atas memang benar adanya, tapi muncul pertanyaan, pendidikan yang seperti apa agar pernyataan di atas bisa terwujud?
Apakah sistem pendidikan yang menuntut anak didik untuk tahu disemua bidang/disiplin ilmu yang selama ini diterapkan di negeri tercinta ini alias sistem pendidikan maruk? Atau sistem pendidikan yang mengajarkan anak didik untuk selalu patuh terhadap pengajar (pengajar disini bisa dosen, guru, ataupun ustadz) alias sistem pendidikan manut sendiko dawuh?
Sistem pendidikan maruk memang mempunyai tujuan yang mulia yaitu agar peserta didik mempunyai wawasan yang super luas sehingga tidak ‘bingung’ ketika selesai studi, kenapa tidak bingung? Karena dengan luasnya wawasan itu seseorang akan merasa terbiasa belajar mulai dari 0 lagi, meskipun itu bukanlah bidang yang ia sukai, gampangnya bisa ditempatkan dibagian mana saja. Tetapi sistem pendidikan seperti ini amat sangat tidak tepat karena hasil dari pendidikan ini adalah TIDAK MENCETAK AHLI DIBIDANGNYA, skill yang pas-pasan, sekedar tahu, pengetahuan terhadap suatu disiplin ilmu yang dangkal. Buktinya lihat saja sekarang, banyak yang mempunyai gelar professor, doctor atau apalah, tapi apakah bisa memperbaiki carut marutnya tata kehidupan negeri ini? Saya pikir tidak.
Sistem pendidikan Manut Sendiko Dawuh, kalau menurut saya sih ini adalah turunan dari sistem pendidikan maruk, kok bisa? Ya jelas bisa dong, saking banyaknya hal yang mesti dipelajari menyebabkan daya kritis peserta didik itu turun, males mau tanya. Saking banyaknya yang mesti dipelajari, membuat anak didik menganut asas Manut Saja Deh Sama omongan guru. Kondisi ini diperparah dengan kualitas pendidik/pengajar yang memang tidak suka belajar yang berimplikasi pada sedapat mungkin tidak ada pertanyaan dari yang diajar. Sistem pendidikan apa-apan ini? Apakah bisa transfer ilmu hanya dengan ilmu kebatinan ala mbah dukun? Menghindari adanya diskusi terhadap suatu masalah? Jawabnya tidak bisa!
Manut sendiko dawuh tidak hanya diterapkan dipendidikan formal, bahkan di pendidikan agama sekalipun kita masih gemar memakai sistem usang ini. Lihat fenomena berapa banyak orang yang ngaji, menginterup ustadz/kyai-nya menanyakan dasar hukum sebuah ibadah misalnya, mempertanyakan masalah kesahihan dari hadist-hadist yang dipakai oleh ustadz? Saya kira tidak banyak yang malakukan hal itu, karena kita senang dengan ilmu ‘katanya’, bukan berdasarkan ilmu yang benar.
Menurut saya, negeri ini akan tetap seperti ini sampai kapanpun jika sistem pendidikan seperti itu, maruk dan manut sendiko dawuh, dan bahkan saya mulai pesimis akan adanya perubahan sistem pendidikan kita. Semoga saja itu tidak terjadi.