Lihatlah saudaraku, betapa negeri ini selama berpuluh-puluh tahun dipimpin oleh seorang pemimpin yang tersita dengan berbagai kepentingan, mulai dari kepentingan jabatan, kepentingan ekonomi, dan kepentingan politik, berbagai kepentingan itu tersebar antara kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Berbagai kepentingan defensif tersebut yang akhirnya menyita seorang pemimpin seolah tak melakukan sesuatu yang revolusioner bagi jutaan manusia yang dipimpinnya, yang ada hanyalah sikap-sikap revolusioner untuk melanggenggkan apa yang telah berada pada genggaman saat ini dan untuk selamanya.

Indonesia bukan hanya pulau Jawa, bukan hanya pulau Bali, Sumatera, disana masih ada pulau yang dihuni oleh manusia juga yang hampir-hampir hanya merasakan Indonesia Merdeka sebatas ditelinga saja dan tak lebih. Puluhan tahun negeri ini merdeka, mereka nyaris tak mendapatkan apa yang disebut dengan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Pulau itu bernama Papua. Betapa dzalimnya, gunung emas di pegunungan Jaya Wijaya dikeruk selama puluhan tahun, dari yang tanahnya menjulang tinggi ke angkasa sampai menghujam tajam ke dasar bumi. Namun, keberadaan itu tak berbanding lurus dengan arti kemerdekaan yang sesungguhnya, atau dengan bahasa yang lebih sarkas, kita adalah bangsa yang tetap terjajah. Why? Karena kita punya resources yang besar, tapi bukan kita sendiri yang mengolahnya, kemampuan modal, kemampuan skill, kemampuan teknologi tetap dimiliki oleh pihak lain, kita hanya dijadikan sebagai tenaga kerja saja ya sudah amat senang.

Tulisan ini sebenarnya tak akan pernah mengubah apapun, karena saya sadar akan diri saya sendiri, saya tak akan pernah bisa merubah keadaan itu. Namun, saat kebetulan saya meng-klik salah satu video tentang pembukaan akses jalan trans Papua, yang tujuan utamanya adalah sebagai media untuk mengeluarkan masyarakat Papua agar terbebas dari isolasi, lebih memperlancar akses logistik yang pada akhirnya akan menggeliatkan roda perekonomian, saya berkata wow! subhanallah walhamdulillah walailahaillah wallahuakbar! Itu adalah satu karya yang besar, sungguh sangat besar. Kenapa menjadi karya yang besar? This is the reasons:

  1. Pekerjaan yang sungguh padat modal, membutuhkan biaya yang tidak sedikit ditengah-tengah kondisi perekonomian global yang penuh dengan gonjang-ganjing
  2. Kondisi medan yang teramat sulit, membelah bebatuan pegunungan/perbukitan, tekstur tanah yang beaneka ragam, serta ganasnya rimba Papua
  3. Poin ini yang paling penting, pekerjaan ini tak pernah bisa dilakukan oleh pemimpin-pemimpin negeri ini sebelumnya.

Saya berandai-andai, andai saja proyek infrastruktur ambisius semacam trans Papua, trans, Sumetera, Trans Sulawesi, bahkan trans Jawa yang rencananya perjalanan Jakarta-Jogja/Solo bahkan sampai Surabaya akan terus menggunakan jalan tol, terus pembangunan MRT/LRT, penataan dan pengembalian sungai kefungsi yang seharusnya, andai saja pekerjaan itu dilakukan puluhan tahun lalu, dan terus diteruskan oleh siapapun yang menjadi suksesor, saat ini mungkin keadaan telah menjadi lebih baik, karena jika pekerjaan-pekerjaan itu konsisten dilakukan maka saat ini hanya tinggal membangun jaringan dan memperluas jaringan.

Sebelumnya saya tidak pernah kagum sama penguasa negeri ini, karena mereka tak pernah melakukan sesuatu yang revolusioner, namun saat ini lumayan berbeda, semangat dan pemikiran visioner itu tampak. Namun, mungkin kita negeri yang dijangkiti penyakit iri dan hasad, disaat ada pemimpin yang visioner dan cenderung nekat, banyak sekali yang malah menghalang-halangi, menjegal dengan menebar isu-isu murahan. Jangan merasa diri kita besar jika pada kenyataannya kita hanya pemain jago kandang! Keluarlah dan mulai rasakan kompetisi diluar sana, agar kita dapat memahami arti perjuangan, sinergi antar elemen yang sebenar-benarnya.

Mari kita berkarya, karena bekerja saja tidak akan cukup, mari kita membanggakan karya cipta kita sendiri sembari menghargai karya cipta orang lain, berfikirlah besar agar tidak menjadi kerdil dan majulah Indonesia!