Tak jarang saya mencoba untuk menanyakan kepada teman dan sabahat saya tentang sebuah harapan dan cita-cita. Jika yang saya tanyakan adalah sebuah pengharapan tentang pencapaian yang sifatnya materi dan keduniawiaan, hampir semua dengan lancar menyebutkan satu per satu apa yang menjadi harapannya, saya ingin menjadi ini itu, saya ingin memiliki ini itu dan seterusnya dan seterusnya.

Namun, hasil menjadi berkebalikan jika yang saya tanyakan adalah harapan tentang bagaimana cara kita mengakhiri hidup di dunia ini, dan harapan tentang tujuan akhir (ujung) dari kehidupan ini, yakinkah kita masuk ke dalam surga? Reaksi/gestur pertama yang biasa saya dapatkan adalah:

  1. Serem amat sih pertanyaannya…
  2. Jujur saya tak yakin bakal masuk surga
  3. Pikiran dan pertanyaanmu terlalu jauh dan belum waktunya untuk dibicarakan

Dan jika pertanyaan tersebut dilanjutkan ke langkah berikutnya, tentang motivasi kenapa harus masuk ke surga. Jawaban yang saya dapatkan bervariatif tergantung dari level keyakinan dari masing-masing individu, semakin yakin dia kelak bakal masuk surga maka semakin jelas dia menjelaskan motivasinya kenapa dia mesti masuk ke surga. Akan tetapi, rata-rata masih enggan atau ragu-ragu untuk menjawab atau tidak menjawab sama sekali perihal motivasi masuk ke dalam surga.

Sahabat… kalau kita berani berangan-angan tentang harapan pencapaian dunia ini, yang dimana kita semua tahu dan teramat paham kalau kita hidup didunia ini hanyalah sebentar dan saat masa kita habis, kita hanya membawa sedikit dari hasil kerja keras kita selama hidup di dunia ini. Lantas kenapa kita menjadi seorang yang remang-remang untuk menguraikan apa saja harapan, cita-cita, motivasi kita di kehidupan yang tiada ujungnya? Bukankah itu mestinya sesuatu yang betul-betul kita pikirkan, kita rencanakan dan kita usahakan dengan semaksimal mungkin, sekeras mungkin dan sebaik mungkin?

Saya disini berbicara dalam lingkup Islam, ya karena saya adalah seorang muslim dan saya lebih paham agama saya dibanding agama lainnya. Dalam pemahaman saya, sebagaimanapun tingkah kita sebagai muslim, mestinya kita dengan tegas dan lugas menjawab, “saya pasti kelak masuk surga”. Ya, karena memang tiket surga sudah kita terima saat kita berikrar dengan dua kalimat syahadat (syahadatain). Dengan tiket tersebut kita tinggal beberapa langkah lagi untuk benar-benar masuk ke tujuan akhir dan dengan tiket tersebut kita mempunyai hak untuk membuktikan diri apakah kita benar-benar layak untuk menjadi penghuni surga atau tidak.

Kata layak, adalah sebuah fase lanjutan dari fase sebelumnya yaitu fase pengambilan tiket yang berupa syahadatain. Sehingga kita perlu mempelajari lebih dalam tentang arti dan makna sesungguhnya dari syahadatain. Saat kita paham lebih dalam tentang syahadatain kita akan mengerti apa saja yang mesti kita lakukan, bagaimana cara kita mengatur hidup, apa yang mestinya kita perjuangkan dan seterusnya. Makna dan urgensi syahadatain bila ada kesempatan untuk menguraikan nanti suatu saat akan saya uraikan sekemampuan saya.

Yang jelas, kita itu adalah kumpulan orang-orang penakut. Kita berani berangan-angan dengan jelas tentang kehidupan dunia, namun kita takut berangan-angan tentang kehidupan kita yang tak akan ada ujungnya. Berapapun umur kita, kita teramat sangat pantas dan bahkan wajib untuk berangan-angan dan mempersiapkan masa depan kita dikehidupan tanpa ujung mulai dari saat ini, karena ajal tak mengenal berapa usia kita, dimana kita, sebagai apa kita. Jangan takut untuk bercita-cita hidup di surga karena Allah tak melarang hal itu dan yang jelas kita mempunyai hak yang sama untuk hidup disana. Sebuah tempat yang penuh dengan kedamaian, tak ada rasa lelah, khawatir, takut, kalut bahkan bosan, selamanya, selama-lamanya……