Poligami adalah satu bahasan yang selalu panas untuk menjadi topik dalam setiap kesempatan, baik obrolan yang sifatnya mengisi waktu luang, pengajian, maupun obrolan kaum hawa. Dari obrolan-obrolan tersebut akhirnya terbagi menjadi beberapa kelompok dalam memposisikan dan mendudukkan poligami:
1. Kelompok yang anti
Kelompok ini mayoritas diisi oleh para wanita, para istri, dan para ibu-ibu. Kelompok ini anti pati terhadap poligami sebenarnya sangat logis dan masuk akal, karena pada dasarnya tidak ada satu wanitapun di dunia ini yang mau untuk diduakan. Secara kejiwaan, setiap wanita adalah seorang ratu, dan tidak ada ratu lain yang bisa disejajarkan dengannya.
2. Kelompok yang mendukung
Berkebalikan dengan kelompok yang pertama, kelompok ini mayoritas diisi oleh kaum adam, para suami, dan bapak-bapak. Kelompok ini mendukung poligami karena terdapat banyak sekali motivasi, motivasi yang teramat esensial sampai dengan motivasi receh. Motivasi yang esensial misalnya seperti yang pernah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim, karena lama sekali menikah namun belum dikaruniai anak sedang umur semakin beranjak senja. Motivasi receh misalnya adalah hanya semata-mata untuk memenuhi nafsu seksual ataupun bosan dengan pasangannya yang saat ini ada.
Terlalu banyak motivasi dan alasan untuk mendukung poligami yang bermuara pada semacam hukum yang menjadikannya legal, sah dan manusiawi. Baik hukum yang sifatnya formal maupun hukum yang berjalan ditengah-tengah masyarakat. Apapun bentuk hukumnya kenapa poligami menjadi legal? Karena pengaturan nasab (jalur keturunan) tetap menjadi jelas, bapak dan ibu seorang anak tetap memiliki kepastian dan kejelasan.
3. Kelompok yang menganggap bahan mainan
Kelompok ketiga ini sebenarnya adalah masih menjadi bagian dari kelompok yang kedua, mereka lebih cenderung untuk mendukung poligami karena alasan yang receh. Mereka banyak membaca literatur, banyak menghadiri majelis ilmu dan tak segan untuk menanyakan poligami hanya untuk sekedar mendapatkan pembenaran pribadi untuk berpoligami. Namun, mungkin mereka adalah kelompok yang juga sadar bahwa mereka tidak bisa berbuat adil dalam banyak aspek. Karena lebih cenderung ke pemenuhan nafsu, namun kurang didukung oleh kemampuan yang mumpuni, keinginan semakin menutupi faktor kemampuan, akhirnya mencari-cari pembenaran dan celah melalui hukum dan jelas dalam hal ini yang akan digunakan adalah hukum agama (Islam).
4. Kelompok yang ditengah
Kelompok ini bisa diisi oleh kelompok yang anti maupun yang mendukung, namun secara karakteristik kelompok ini diisi oleh orang-orang yang lebih komprehensif secara keilmuan, wawasan dan prinsip hidup. Mereka tidak akan pernah menjadi seorang yang anti poligami ya karena secara hukum memang sah, diperbolehkan dan tidak menyalahi aturan apapun. Namun mereka juga orang-orang yang relatif lebih bisa menghargai perasaan pasangan yang sudah menjadi partner hidup selama bertahun-tahun lamanya dalam menahkodai kapal rumah tangga. Dan juga kelompok ini biasanya diisi oleh orang yang hati dan kepalanya selalu bekerja dan tidak pernah kosong sehingga lebih bisa mendudukkan sesuatu sesuai dengan proporsinya, lebih sederhana dalam berfikir, lebih memilih challenge yang lebih riil yang sifatnya membangun.
Menurut hemat saya, diantara keempat kelompok tersebut, yang terbaik adalah kelompok terakhir, kelompok yang berada ditengah-tengah, tidak anti namun juga tidak melarang. Ya selain alasan yang sudah terjabarkan dalam penjelasan nomor 4, hal ini sangat didukung oleh sejarah para pendahulu kita dalam pemaknaan dan implementasi poligami.
Rasulullah Muhammad pada awalnya bukanlah seorang pelaku poligami, beliau menikah dengan ibunda Khadijah ra dan istrinya hanya seorang Khadijah ra sampai dengan akhirnya maut memisahkan kisah romantisme Rasulullah Muhammad dengan Khadijah ra. Sampai beberapa waktu sepeninggal Khadijah, Rasulullah pun juga masih memilih untuk hidup sendiri selama kurang lebih satu tahun lamanya, sampai akhirnya para sahabat trenyuh melihat kondisi beliau yang hidup kesepian tanpa seorang istri disisinya, akhirnyalah seorang sahabat bernama Khulah binti Hakim menemui Rasulullah dan menanyakan kepada Rasulullah alasan belum menikah lagi. Yang dijawab Rasulullah dengan jawaban spektakuler, “Apakah ada seorang setelah Khadijah?”
Mendengar pernyataan Rasulullah tersebut, Khulah lalu menawarkan Saudah binti Zam’ah, wanita yang humoris yang usianya lebih tua dari Rasulullah waktu dinikahi Rasulullah umur beliau sudah mencapai 60 tahunan, dan seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya saat perjalanan hijrah ke Habasah.
Bagi seorang yang anti poligami, riwayat itu adalah sebuah angin surga yang sungguh menentramkan, “begitu mestinya kalau mau berpoligami, menikahi nenek-nenek!”. Oke, baiklah, santai dulu, jangan terburu nafsu sobat…. Karena para sahabat nabi adalah orang-orang yang super perhatian, dan tidak akan pernah membiarkan nabi terlihat tidak bersemangat, dirundung kesedihan dan seterusnya, maka selanjutnya sahabat terbaik Abu Bakar datang menawarkan putrinya Aisyah, berkebalikan dengan Khadijah maupun Saudah, Aisyah adalah seorang wanita muda, energik, lincah dan cantik yang tentu saja hal-hal tersebut dibutuhkan oleh setiap laki-laki manapun untuk lebih menggairahkan kehidupan. Untuk selanjutnya, Rasululah menikahi banyak wanita sampai berjumlah 11 istri, alasannya pun beragam, ada yang karena keinginan dari Rasulullah sendiri, ditawari para sahabat maupun karena petunjuk wahyu dari Allah, dan dari sekian alasan tersebut, memang kebanyakan karena petunjuk wahyu dari Allah, dan mayoritas memang janda yang ditinggal mati oleh suaminya dalam banyak peperangan membela Islam.
Dan yang menarik bagi saya adalah, pernah Aisyah cemburu dengan istri Rasulullah yang lain, Khadijah, seorang istri pertama Rasulullah yang telah lama tiada. Orang mati dicemburui sama orang yang masih hidup, logiskah? Sangat tidak logis, apanya yang mau dicemburui? Ternyata, Aisyah cemburu kepada Khadijah karena setelah sekian lama ditinggal, dan sudah ada seorang wanita muda dan cantik disisinya, beliau terus saja menyebut-nyebut dan mengingat seorang Khadijah. Bagi saya, ini adalah bukti yang nyata bahwa Rasulullah Muhammad adalah seorang pria yang teramat sangat setia, teramat sangat mencintai dan menghargai istri pertamanya yaitu Khadijah, dan sekaligus juga membantah orang-0rang yang menyerang Rasulullah sebagai seorang yang maniak terhadap wanita.
Kurang lebih seperti itu perjalanan hidup poligami dari seorang Rasulullah, lalu bagaimana dengan Nabi Ibrahim dan kisah-kisah orang shaleh lainnya? Ya meskipun cerita dan jalan hidupnya pasti berbeda-beda, namun pada dasarnya implementasi poligami dari orang-orang shaleh para pendahulu kita sangat jauh dari ambisi memperturutkan hawa nafsu, mereka logis, mempunyai alasan yang teramat kuat baik karena alasan wahyu maupun alasan kebutuhan.
Sehingga, yuk kita belajar lebih komprehensif lagi yuk dalam memaknai sesuatu, biar kita tetap menjadi seorang yang bijak dan tidak emosional. Jika sudah belajar ilmu syariat, fiqih, hadist, jangan pernah tinggalkan ilmu sejarah, karena hanya dengan sejarah kita akan dapat menempatkan suatu hukum ataupun masalah berada pada posisi yang semestinya, tidak timpang ke kanan maupun ke kiri.
Kamu kelompok yg mana bang admin, heeee