“Islam muncul dalam keadaan asing dan ia akan kembali dalam keadaan asing, maka beruntunglah orang-orang yang terasingkan itu”. (HR. Muslim)
Akan ada zaman ketika melaksanakan tuntunan menjadi tontonan. Akan ada masa tatkala menunaikan ketaatan kepada Allah dianggap sebagai keanehan. Akan ada saat manakala bersungguh-sungguh dalam memenuhi kewajiban agama dipandang sebagai perilaku berlebihan dan bahkan melampaui batas. Akan datang suatu masa saat berpegang teguh kepada Islam dianggap ketidakwarasan. Mereka asing dimata manusia, dan manusiapun mengasingkannya. Tetapi kelompok orang yang terasingkan itu adalah sebaik-baik manusia…. (dicuplik dari http://www.hidayatullah.com/kolom/meminang-surga/read/2013/07/19/5559/orang-orang-asing-yang-beruntung.html)
Menarik disimak Hadist Rasulullah di atas, kalau di tanah Jawa ada istilah “wolak-walike jaman”, pun Islam mengalami hal demikian sesuai yang telah dikabarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Saya tidak tertarik untuk membandingkan Islam masa Rasulullah dan para sahabat dengan Islam yang sekarang. Tapi saya lebih tertarik untuk membandingkan Islam di negeri Indonesia dengan rentang waktu yang relatif lebih singkat.
Saya mulai mengenal kehidupan diera tahun 1990an sampai sekarang tahun 2015, dari sana berarti saya telah hidup dalam 3 dekade, dekade awal (1990-1999), dekade tengah (2000-2009), dan rentang waktu terakhir (2010-2015). Jika ditarik kebelakang tentang bagaimana perkembangan Islam di Indonesia mirip seperti hadist di atas. Saat dekade awal Islam sangat lekat dengan kebudayaan, kebudayaan Jawa tentu saja, karena saya lahir disana, menjadi hal yang aneh saat ada wanita mengenakan jilbab, orang sholat berjamaah di masjid juga dirasa aneh. Namun diakhir masa itu ada sebuah fenomena baru yang sebenarnya sudah lama, apa? Ada semacam gerakan bersama tanpa ada koordinator nyata, gerakan ini banyak diawali oleh pemuda-pemuda yang masih terbilang belia, apa gerakannya?
Gerakan itu berupa semangat untuk kembali ke Islam, meluruskan Islam, gerakan sholat berjamaah di masjid, dan memakmurkan masjid, seiring dengan itu kaum muslimah juga mulai satu dua orang mulai berani mengenakan jilbab. Gerakan jilbaber semakin lama semakin mewabah, dengan berbagai niat masing-masing individu tentu saja. Tapi menurut saya di dekade tengah ini, semangat untuk kembali ke Islam terasa sangat bergelora dan luar biasa semangatnya.
Dan menginjak ke rentang waktu terakhir (2010-2015), entah kenapa gelora dan semangat kembali ke Islam itu terasa semakin pudar, saya tidak tahu apakah ternyata saya sendiri yang mengalami kemunduran atau memang ini terjadi secara masiv, saya tidak tahu. Ada beberapa fenomena yang sulit saya terima di rentang waktu ini, misalnya adalah sebagai berikut:
1. Bermunculannya mubaligh-mubaligh entertaintment
2. Wanita berjilbab tapi telanjang dan tak tau malu
3. Ulama yang kehilangan keilmuan dan tergelincir ke nafsu politik
Saya tidak akan membahas semuanya, namun kali ini saya lebih tertarik untuk membahas yang kedua (wanita berjilbab tapi telanjang dan tak tau malu). Memang dalam fashion, improvisasi, kreatifitas mesti harus terus berlanjut, pun dengan fashion muslimah. Luar biasa kreatifitas para desainer baik profesional maupun yang hanya mengaku profesional belaka. Lagi-lagi saya tidak akan membahas bentuk fashion muslimah, karena saudara-saudara lebih mengerti dan bisa mendeskripsikan sendiri dengan sangat baik.
Wahai saudaraku esensi berjilbab/berhijab bukan hanya membungkus tubuh, atau membungkus rambut, akan tetapi lebih dari itu, apa? Yaitu menutup aurat yang sayangnya aurat wanita adalah hampir disetiap jengkal tubuhnya, menutup pun juga ada syaratnya yaitu, tidak transparan, tidak ketat dan tidak menyerupai laki-laki. Itu pemahaman paling dasar yang perlu saudara ketahui. Lantas apakah jika telah memenuhi semua syarat itu sudah menjadi wanita muslimah sejati dan hebat? Iya saudara muslimah sejati dan hebat tapi saudara perlu untuk terus belajar agar pemahaman saudara tentang syariat, tentang simbol Islam menjadi lebih baik yang menjadikan anda sebagai manusia sempurna.
Setiap syariat pasti punya tujuan, setiap simbol pasti punya makna yang sangat dalam. Pun demikian dengan busana muslim, berjilbab. Bukan semata-mata kita telah melaksanakan syariat secara fisik lantas kita bisa berbuat sekehendak kita, bukan, bukan demikian. Saat seorang memutuskan untuk berjilbab, baiknya telah memikirkan konsekuensi-konsekuensi dari aturan mainnya. Ini yang sering dilupakan oleh para pelakunya.
Pernah saya lihat, ada wanita berjilbab merokok di tempat umum, ada wanita berjilbab tapi bawahnya kelihatan dengan sempurna lekuk tubuhnya, ada wanita berjilbab mengumpat di depan umum, ada wanita berjilbab gemar dengan hasut/bergunjing. Lantas, adakah kesalahan disitu? Perlu saudara ketahui bahwa itu bukan persoalan salah atau benar, akan tetapi itu adalah soal kepantasan dan rasa malu!
Kenapa itu adalah soal kepantasan? Karena, saat saudara mengenakan sebuah simbol agama, saudara akan sangat identik atau diidentikkan dengan agama yang identik dengan simbol tersebut. Jilbab/hijab adalah salah satu simbol agama islam. Bayangkan, saat saudara berjilbab lalu merokok di depan umum, bagi orang yang usil atau memang tidak tahu, mungkin saja berasumsi, ternyata agama Islam memperbolehkan wanita untuk merokok didepan umum, dan jelas terbuka kemungkinan berkembangnya asumsi-asumsi lainnya yang dialamatkan ke Islam, bukan si pelakunya. Itu hanya satu, merokok, bagaimana dengan kegemaran menghasut, mengumpat, terliat kesempurnaan lekuk tubuhnya dan lain sebagainya. Efeknya luar biasa bukan?
Karena efek yang luar biasa dari pengenaan simbol tersebut, maka saudara perlu untuk menakar diri, pantaskah diri ini untuk mengenakan itu? Jika merasa pantas, apakah pantas berpuas diri dari keputusan saudara berhijrah?
So, saya sangat bersyukur banyak orang berbondong-bondong dan tidak malu mengenakan simbol agama mereka yaitu Islam, tapi sebagai manusia yang dibekali mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, akal untuk berfikir, serta hati untuk merasakan, apakah kita telah merasa puas dengan hanya menunaikan syariat yang bersifat fisik semata, tanpa dibarengi dengan peningkatan pengetahuan, pemahaman akan makna serta misi dari sebuah syariat lebih dalam lagi? Think back and do the best for your life.
Insya Allah mas indra…secepatnya sy mengenakan hijab dan bener bener “pantas”….dlm artian gak malu2in yg sy kenakan…bukan hanya karena sy mengenakan simbol islam tetapi karena saya cinta islam…selamat…..kepada seluruh umat islam yg ‘berbahagia’….karna kita umat selamat..jadi malu nih mas…(sampai detik ini sy belum berhijab)
Tenang aja mb watty, tak perlu buru-buru mengejar sesuatu yang bersifat fisik, aku masih berpegangan pada pengembangan disisi dalam, ibarat komputer itu software dapat jaminan dari pengembangnya tentang jaminan update dan support, jadi saat cashing dapat penggantian yang lebih ciamik, software juga bisa mengikuti lebih canggih dan bahkan lebih canggih dari cashingnya.
Gitu…….bener bener !Amien insya Allah
Mungkin inilah yg dinamkan degradasi moral.. Orang saat INI semakin enteng saja membicarakan sesuatu yg TDK pantas dibicarakan.. Yg dulu tabu kini sdh biasa.. Yg dilarang Sekarang jadi bahan ejekan.. Entah APA jadinya generasi anak2ku kedepan ..
Iya mas, kita hidup di jaman yang edan, rasa malu yang dianggap memalukan dan jadi bahan olok-olokan. Kita disini seperti terkaget-kaget, dikekang selama 3 dasawarsa, terus g berselang lama muncul lah teknologi yang gegap gempita, tapi ternyata kita hanya sebatas kaget, kita tidak siap akan perkembangan teknologi itu. Dunia virtual dianggap dunia mimpi, padahal itu sejatinya adalah sama, dunia nyata dan sebenarnya. Begitu mudah membuka aib sendiri, aib pasangan ke sosial media, begitu mudahnya media itu sebagai sarana pelacuran. Tapi gini mas, hanya orang-orang yang punya karakter dan berpegang teguh di jalan Alloh, dialah golongan orang yang senantiasa mendapat derajat yang tinggi dan akan selalu survive.