Saat jalan melewati gang-gang sempit yang penuh dengan rumah-rumah petak penduduk, kadang tanpa disengaja mendengar “obrolan” antara orang tua (kadang Bapak kadang Ibu, Nenak/Kakek) dan anak. Obrolannya luar biasa, sungguh sungguh mengesankan.
“Hai lu dibilangin susah amat sih, dasar anak setan, dongo, bego lu…”. bla bla bla dan sederetan umpatan lainnya.
Sungguh mengesankan, ada orang tua yang secara tidak sadar mendoakan seorang anak, anak kandungnya sendiri, anak yang dahulu mungkin sangat dinanti-nantikan kehadirannya, tapi saat dia mulai tumbuh keadaan malah berbalik, diumpat habis-habisan, didoakan menjadi anak yang tidak pintar, disamakan dengan anak setan. Subhanallah. Kadang saat saya tinggal disuatu tempat dengan range waktu yang agak lama, kadang saya mengamati perilaku seorang anak yang sering mendapat makian, cacian dari orang tuanya sendiri, saat kecil dia hanya bisa diam karena dia tak mempunyai kekuatan apapun, namun saat dia mulai tumbuh menjadi seorang remaja, sedikit mempunyai kekuatan minimal kekuatan fisik dan verbal, anak ini benar-benar menjadi seorang remaja yang bebal, tempramen dan pemalas seperti layaknya perilaku setan yang selalu mengajak kepada kemalasan. Anda dapat melakukan sedikit pengamatan kecil sendiri.
Saat remaja tersebut benar-benar tumbuh menjadi seorang yang bebal, tempramen dan pemalas, disini bumerang yang pernah dilempar oleh orang tua berbalik menyerangnya. Karena bebalnya tidak pandang bulu dan bahkan akan lebih bebal kepada orang tuanya sendiri, tidak tahu mengapa begitu, mungkin karena faktor sakit hati sewaktu kecil, mungkin…
La haula wala quwata ila billah, berdoalah naudzubillahi min dzalik, jangan sampai kejadian itu terjadi pada diri kita, kepada keluarga kita. Karena saat itu terjadi, rumah tangga yang disaat awal komitmen yaitu membentuk keluarga yang sakinah, mawwadah mawarahmah, dan menjadikan baiti jannati (rumahku adalah surgaku), sungguh struktur bangunan itu telah luluh lantak dan teramat sulit bagi kita untuk melakukan rekonstruksi.
Rasulullah Muhammad mengajarkan kepada kita bagaimana seharusnya hubungan antara yang tua dengan yang muda, “bagi seorang yang lebih tua hendaknya menyayangi dan bersikap lembut kepada seorang yang lebih muda, dan sebaliknya seorang yang lebih muda harus bersikap hormat dan santun kepada yang lebih tua”. Ada cerita menarik dari seorang imam Asy Syafii kecil, beliau selain diberkahi oleh Allah berupa kecerdasan akal yang luar biasa, beliau dididik oleh sang Ibu dengan luar biasa disiplin dan beradab (karena memang selalu begitu, tidak ada orang yang sukses tanpa didikan dari orang tua yang sukses menjadi orang tua). Ceritanya begini
Setiap hari imam Asy Syafii belajar ilmu kepada gurunya, saat beliau pulang ke rumah, pintu dalam keadaan tertutup. Diketuklah pintu dan tidak lupa memberi salam kepada sang Ibu. Dari balik pintu rumah dengan keadaan pintu masih terkunci dari dalam, sang Ibu bertanya kepada Imam Asy Syafii kecil, “nak, tadi dirimu belajar tentang apa, ilmu atau adab?”, Imam Asy Syafii kecil dengan tegas menjawab “Ilmu” ibu. Sang ibu lalu berujar, “nak, kembalilah ke tempatmu menimba ilmu dan jangan kembali sampau dirimu mengerti apa yang menjadi pertanyaan ibu. Kejadian itu berlangsung selama tiga kali, dan sampai di kesempatan yang ke tiga sang Imam kecil masih tetap belum tepat menjawab pertanyaan sang ibu, dan akhirnya pada kesempatan yang ke empat beliau tetap dikasih pertanyaan oleh sang ibu dengan pertanyaan yang sama, “Ilmu atau Adab?”, akhirnya sang Imam kecil menjawab “Saya hari ini belajar Adab ibu”, barulah sang Imam kecil lulus dari ujian yang sangat penting.
Dari cerita di atas terlihat bukan betapa derajat adab itu lebih tinggi dari derajat ilmu, benar jika antara adab dan ilmu mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, tapi saat keduanya tidak didudukan dalam posisi yang seharusnya, yang terjadi adalah ketimpangan. Ilmu tanpa adab akan membawa seseorang menjadi seorang yang arogan, sombong, congkak dan buas, sedang adab tanpa ilmu akan membwa seorang tersebut sangat lemah dan tidak mempunyai daya tawar apapun.
Jadi, apapun yang terjadi tetaplah bersabar dan tetap jaga lisan, jangan sampai kata-kata kotor keluar dari mulut kita, karena kita tidak akan pernah tahu, seorang yang kita hardik saat ini kelak dia akan menjadi apa, bisa saja menjadi seorang yang tokoh dengan pengaruh yang besar, bisa saja menjadi seorang yang menjamin kehidupan kita. Saat itu terjadi, betapa malunya kita dahulu kita pernah menghardik seorang tokoh tersebut. Iya kalau dia mempunyai kelembutan hati dengan memaafkan (lupa sih tidak) semua hardikan kita, tapi kalau yang terjadi sebaliknya bagaimana?
Tulisan ini ditujukan bagi semua orang tua, terlebih bagi seorang Ibu, Ibu dalam pendidikan anak mempunyai posisi central, karena seorang Ibu menjadi penentu kemana arah dari seorang anak, penentu akan menjadi apa seorang anak tersebut kelak. Bersabarlah wahai Ibu, demi Allah, demi Allah, demi Allah, kesabaran dan pengorbanan Ibu akan diganti oleh Allah dengan sesuatu yang tidak akan pernah Ibu dapatkan sebelumnya. Wahai Bapak, turunkanlah egomu, jangan menuntut sesuatu yang diluar kesanggupan dari istrimu, karena beban dan pekerjaan seorang Ibu itu sungguh teramat berat dan banyak, dukunglah dia untuk menjadi seorang ibu yang sukses mendidik anak-anakmu dan sukses menjadi istrimu di dunia dan di akhirat kelak.
Yang terakhir dari tulisan ini, apapun yang terjadi jangan pernah keluar dari mulut kita kata-kata yang tidak baik atau lebih baik diam saja. Karena saat kita mengeluarkan kata-kata kotor seperti “anak setan”, berarti orang tuanya adalah seorang “bapak/ibu setan”, “bego kamu” berarti jika anaknya bego, orang tuanya berarti lebih dari sekedar bego. Analogi itu mungkin bisa disetarakan dengan analogi seorang pria yang gemar mendatangi wanita pelacur, dia merendahkan seorang wanita (terlepas apapun alasannya) yang itu sudah pasti anak dari seseorang, semestinya jika fair, saat pria tersebut beristri dan mempunyai anak wanita, semestinya istrinya boleh dan rela dilecehkan oleh pria lain, anak wanitanya juga, tapi andaikata itu terjadi, pria tersebut pasti marah sejadi-jadinya. Lantas siapa yang lebih rendah?
Wallahu’alam bishawaf, semoga Allah merahmati kita semua. Amin.