Saat sedang makan siang dengan teman-teman kantor, kebetulan baca newsticker di salah satu media televisi yang kurang lebih bunyinya adalah “Presiden terpilih Joko Widodo mendukung adanya sistem pemungutan suara secara elektronis (e-Voting)”. Spontan saya melempar pertanyaan ke temen-temen, “bikin e-voting? itu gampang, relatif lebih gampang, tapi yang jadi permasalahan adalah apakah data kependudukan kita sudah kuat? bukannya sistem itu dasarnya adalah sistem kependudukan ya?”

Saya bukan bermaksud pesimis dengan hal semacam ini, justru saya sangat senang jika ini benar-benar bisa terwujud, kenapa? ya karena dengan adanya campur tangan teknologi informasi semua menjadi lebih mudah, dan jelas efek-efek dari pemungutan suara seperti sengketa jumlah pemilih tetap, sengketa pemilih fiktif itu bisa ditekan karena menganut sistem 1 orang 1 identitas = 1 suara, tidak ada redundansi data.

Yang membuat saya terheran-heran, Indonesia sudah merdeka lebih dari 50 tahun yang lalu, tapi baru sekarang ada niat memperbaiki sistem kependudukan? Para pemimpin kita dahulu kemana saja dan ngapain saja? Hehehehe….

Baru di era Presiden SBY periode kedua ada implementasi e-KTP, awalnya ini memberikan angin segar, harapan baru untuk menuju sistem kependudukan yang lebih baik dan lebih kuat, saya tidak tahu dan benar-benar tidak tahu, setelah berjalannya waktu, implementasi e-KTP seakan menguap begitu saja dan di lapangan tetap saja masyarakat dengan mudah mendapatkan KTP baru ketika mereka berganti domisili. Kalau seperti itu, dimana konsep e-KTP???

Bukankah seharusnya dengan e-KTP, 1 orang = 1 identitas, 1 identitas itu dapat berlaku dimanapun dalam koridor wilayah Indonesia. Kalau 1 orang masih bisa memiliki N identitas (KTP)? Hehehehe, buat apa ada proyek e-KTP yang menghabiskan anggaran sekian triliun?

Buat para pemimpinku, kita tidak kurang manusia yang cerdas pak, tapi kita sangat kurang stok manusia yang punya komitmen kuat untuk mengimplementasikan sesuatu. Ganti pemerintahan ganti regulasi. Ganti orang ganti aturan. Lha kalau seperti ini terus, seolah kita hanya berjalan ditempat, membahas dan menghabiskan energi kita di masalah yang itu itu saja, selalu kembali membahas konsep, blue print, road map atau apalah namanya, belum sempat implementasi sudah keburu diganti dengan orang lain, dan orang yang menggantikan sama kerjaannya, balik bahas konsep, blue print, road map dan tidak sempat melakukan implemetasi, dan begitu seterusnya… Sampai kapan? Kalau Guru Kimia SMA saya dulu punya ungkapan “Orang lain sudah sampai bulan, kamu masih di tempat ini saja, mau jadi apa kalian nanti?”.

Kalau dalam dunia TI ada namanya patching yaitu aktivitas menambal kekurangan dari konsep yang ada kemudian melanjutkan memperbaiki langkah-langkah dari implementasi yang telah dilakukan sehingga didapatkan sebuah sistem yang lebih cerdas dan lebih baik dari yang dimiliki oleh pendahulunya. Menurut saya, mungkin pemerintah wajib belajar tentang ilmu ini kali ya.

Sebagai ilustrasi, Steve Jobs mengembangkan MacOS dalam sekian puluh tahun, hal yang sama juga dilakukan Bill Gates mengembangkan Windowsnya dalam sekian puluh tahun, sekarang kita juga dapat menikmati hasil itu sekarang. Bayangkan saja, bagaimana kalau Steve Jobs atau Bill Gate tidak pernah melanjutkan proyek mereka, sekian tahun ganti blue print, sekian tahun ganti road map? hehehe sepertinya kita tetap akan menikmati MacOS tahun 90an atau kita tetap menikmati Windows diera 90an. Mereka konsisten dengan tujuan mereka, apapun yang terjadi tujuan adalah tujuan, dinamika pasti ada, tapi harus tetap berada pada track yang seharusnya. Mereka tidak mengganti blue print yang sudah mereka buat, akan tetapi mereka menyempurnakan, memperbaiki dan menambal blue print mereka. Sehingga mereka dapat menghasilkan maha karya luar biasa. Lagi-lagi, kita dan apalagi pemerintah wajib belajar tentang ilmu konsisten kali ya…