Semua orang tahu dan paham bahwa media massa adalah suatu alat yang sangat ampuh untuk mempengaruhi massa, membentuk opini, melempar isu yang asal-usulnya tidak tahu dari mana, bahkan juga sangat efektif untuk memprovokasi massa. Selain fungsi utama itu, media massa adalah sebuah lahan bisnis yang sangat menggiurkan bagi pelaku-pelakunya. Dari sekian banyak media massa yang ada saat ini (TV, koran, portal online, sosial media etc) yang paling mengerikan adalah TV.

Kenapa TV? Ya karena TV bukanlah barang mewah lagi untuk ukuran saat ini, setiap keluarga minimal punya satu unit TV, didukung dengan kekuatan infrastruktur penyiaran TV nasional tanpa biaya yang semakin baik, TV menjadi alat yang sangat mengerikan. Menjadi mengerikan karena TV dan media-media lainnya sudah dikuasai oleh sekelompok orang yang mempunyai kepentingan untuk membentuk opini masyarakat, yang menjadikannya sesuatu yang tidak netral, sesuatu yang tidak netral pasti akan lebih cenderung ke salah satu orang/kelompok lainnya dan pasti akan lebih mengecilkan satu orang/kelompok lainnya.

Suasa ini sangat kentara dirasakan, suasana pilihan presiden yang begitu panas, ya minimal bagi orang-orang yang punya kepentingan dengan itu, atau bagi orang yang sebetulnya tidak punya kepentingan sama sekali namun hanya ingin menonjolkan dirinya untuk mendukung salah satu kubu yang bersaing. Fakta bahwa saat ini terdapat dua kubu calon presiden yang bersaing memperebutkan singgasana tertinggi negeri ini, dan kenyataan bahwa juga terdapat para pelaku-pelaku media yang ada didalamnya. Lihat saja Bakrie Group, MNC Group di salah satu kubu, dan Media Group di buku lainnya.

Anda paham bahwa saluran TV swasta nasional mayoritas berada di bawah kendali Group bisnis tersebut, lalu apakah masih ada jaminan bahwa yang mereka sampaikan adalah sesuatu yang faktual dan netral? Saya menyanksikan hal tersebut, karena faktanya memang tidak demikian. Dua group tersebut saling menggempur satu dengan yang lainnya, mendewa-dewakan jagoan masing-masing, tanpa memperhatikan efek yang akan timbul bagi masyarakat luas.

Media di Indonesia khususnya TV seakan menutup mata akan aspek pendidikan dan aspek moral yang mereka timbulkan. Setiap hari TV menyajikan acara-acara yang secara nilai pendidikan dan moral sangat-sangat rendah. Acara berita yang diisi liputan-liputan tentang kerusuhan, huru-hara, kriminalitas, korupsi, dan liputan politik saling hasut yang sangat tendensius. Acara hiburan yang diisi dengan komedi-komedi murahan, acara musik sampah, sinetron-sonetron kacangan yang jauh dari kata mendidik.

Sangat jarang acara-acara yang lebih mencerdaskan seperti konten TV di era tahun 90an-2000an. Direntang waktu itu TV nasional masih lumayan memperhatikan aspek pendidikan dan moral, cerita seperti Si Doel Anak Sekolahan, Keluarga Cemara, Menggambar Bersamma Pak Raden, konser-konser musik yang benar-benar menyajikan kualitas vokal dan musikalitasnya, acara kuis yang bersifat analisis seperti Galileo Galilei, dan lain sebagainya. Sekarang acara-acara seperti lenyap, hilang begitu saja diganti dengan acara-acara sampah dan murahan dengan dalil mengejar rating dan pendapatan yang sebesar-besarnya! Wowwww……

Manusia itu berperilaku sesuai dengan apa yang masuk ke dalam otaknya, jika otak diberi asupan makanan yang baik maka berilakunya juga akan baik, sebaliknya jika otak diberi asupan makanan yang buruk maka perilakunya juga akan buruk. Saat TV menyajikan tontonan yang tidak bermutu kepada masyarakat, setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari itu dilahap oleh masyarakat, kemudian itu tertanam dalam dalam otak dan akhirnya membentuk karakter dari diri masyarakat. Dan bisa dipastikan perilaku masyarakat akan cenderung ke arah yang buruk sesuai makanan yang masuk.

Bagi saya, ini sesuatu yang gila, sangat gila, jelas disini saya hanya menyampaikan keresahan pribadi, karena menurut saya itu sangat-sangat destruktif, tidak membangun dan tidak mencerdaskan. Saya hanya bisa menulis keresahan hati saya dan semoga dengan tulisan ini saya bisa mengajak beberapa orang untuk sadar akan hal ini lalu dari beberapa orang itu menyebar ke sekelompok orang yang lebih besar, lebih besar dan lebih besar lagi, sehingga kita menjadi manusia-manusia yang mengedepankan hati, senantiasa berfikir secara kritis dan logis.